Home

Bywidyawan

Akses ke Konten Asusila

Beberapa saat lalu saya diminta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan seputar perkara Teknologi Informasi. Kasusnya melibatkan akses dan penyediaan konten porno dari sebuah warnet.

Alkisah, polisi menggerebek warnet tersebut karena disangka menyediakan konten pornografi. Beberapa barang bukti direkam dalam USB disk dan beberapa komputer disita (proxy & billing server, serta client). Singkat cerita, kasusnya diteruskan ke pengadilan dan saya diminta menjadi saksi ahli dan dihadirkan dalam salah satu persidangan.

Dari berbagai keterangan yang saya gali dan dari melihat barang bukti, sebenarnya warnet tersebut tidak menyediakan secara aktif konten porno spt yg dituduhkan.
Seperti layaknya warnet yang lain, mereka menyediakan akses ke Internet dan diharapkan user bertanggung jawab terhadap apa yang mereka akses (ada larangan untuk mengakses konten pornographi).

Selain itu mereka menyediakan network drive, menggunakan samba, dimana user yang online bisa menitipkan filenya disitu. Pertanyaannya siapa yang bertanggung jawab terhadap isi network drive tersebut?

Dalam persidangan tersebut, para hakim banyak bertanya tentang isi dari server (hardisk nya), file2 yg ada di USB, beberapa pertanyaan mendasar (IP address, penanggalan file, dll) dan juga Deep Freeze.
Beberapa penjelasan sudah saya berikan, persidangan berlangsung kurang lebih satu jam, dan saya pulang dan berharap keterangan saya membantu klarifikasi kasus tersebut.

Unfortunately bagi terdakwa, di kemudian hari putusan hakim memutuskan bersalah dan menjatuhkan hukuman kurungan selama beberapa bulan.

Ingin tahu lebih jauh tentang aturan hukum seputar TI, saya mencoba membuka naskah UU 11 TAHUN 2008 ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Di pasal 27(1) tentang “Perbuatan yang Dilarang” ada bunyi seperti ini:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Cukup kaget dengan phrasa “membuat dapat diaksesnya“. Ini semacam pasal karet dan bisa berimplikasi sangat luas. Pasal yang bisa menjerat ISP, admin kampus, warnet, sekolah, instansi negara (termasuk polisi dan pengadilan :D) yang menyediakan akses Internet dan sialnya ada salah satu user yang mengakses konten porno.

Atau penafsiran saya yang keliru?

Bywidyawan

Studi Banding Layanan TI di University of Groningen

Pada akhir tahun 2012, saya berkesempatan untuk mengunjungi negeri Belanda. Kunjungan ini dalam rangka penelitian bersama seorang Professor di RuG (University of Groningen).

Selain nge-lab dan diskusi dengan peneliti dan kandidat PhD, saya menyempatkan diri untuk melakukan studi banding di IT Centre-nya yang bermarkas di gedung Zernikeburg. Ditemui oleh CTO nya, dia bercerita dari berbagai hal, dari jaringan, software sampai email.

Di Belanda, terdapat jaringan yang menghubungkan semua Universitas yang ada. Surfnet, nama jaringan tersebut, dikelola oleh pemerintah, semacam Dikti-nya Indonesia. Surfnet melanggan Internet yang kemudian didistribusikan kepada Universitas anggotanya. Dengan demikian, mereka bisa mendapat harga yang miring karena beli partai besar. Sebagai contoh RuG melanggan bandwidth sebesar 10 Gbps dengan harga euro 300,000 atau setara 3M rupiah. Di Indonesia uang yang sama hanya cukup untuk 200 Mbps.

Backbone di RuG mempunyai kapasitas 10Gbps, dengan masing-masing gedung sampai ke PC sebesar 1 Gbps. Tahun depan kapasitas backbone dan bandwidth akan ditingkatkan menjadi 100 Gbps.
Sepertinya bandwidth diatas merupakan angka yang sangat besar, tapi ternyata itu hanya dibayar sebesar biaya untuk bayar bandwidth di UGM !!

Selain itu lisensi software dan anti-spam filter dilanggan oleh Surfnet. Universitas tinggal menggunakan. Email server yang digunakan merupakan produk Sun, tapi tahun depan bersama dengan 10 universitas top di Belanda lainnya mereka akan menggunakan Google Apps for Education. Firewall yang digunakan produk dari Palo Alto (seharga 120K) dan LANguardian untuk mendeteksi adanya virus di jaringan.

IT centre di RuG melayani 30000 mahasiswa dan 6000 staf. Untuk menangani itu semua mereka mempekerjakan 200 orang dengan 50 orang diantaranya adalah bagian helpdesk. Anggaran mereka 20 juta euro/tahun atau setara dengan lebih dari 200 M rupiah.

Sinergi dan integrasi antar pelaku TI sangat diperlukan. Bila universitas di Indonesia dan dikti bisa memberdayakan jaringan antar Univ. (Inherent) yang dipunyai, maka kita akan mempunyai daya tawar yang lebih baik. Hal itu akan berimbas pada turunnya harga bandwidth sehingga meningkatkan akses dan penetrasi Internet di Indonesia. Bandwidth di Indonesia sebenarnya sudah turun dibanding beberapa tahun lalu, tapi seharusnya bisa lebih muraaah lagi.

Kesungguhan pelayanan TI juga bisa dilihat dari besarnya alokasi SDM dan besaran anggaran. Seperti pepatah Jawa, jer basuki mawa beya :).

Bywidyawan

Sepertinya Allah Mendengar Doamu Nak

Karena tahu ayahnya punya ketakutan terbang yang kronis, pada penerbangan ke Belanda kali ini Rana (7 tahun) kirim doa untuk ayahnya. Doa ini merupakan doa andalan dia kalau lagi jatuh dari sepeda atau lagi sakit 🙂

Bismillah bismillah bismillah  

audzu bi’izzatillah wa qudrotihi min syarri ma ajidu wa uhadiru.

Dengan nama Allah 3x

Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari hal-hal yang buruk yang kurasakan dan kukhawatirkan.

Dan sepertinya doamu didengarNya nak.  Biasanya nervous sepanjang perjalanan, kali ini bisa tidur, baca buku maupun lihat hiburan.

Terimakasih nak, titip doa untuk ayah dan ibu sepanjang hidupmu.

Bywidyawan

DNS Server di Ubuntu dengan Bind

DNS (Domain Name  System) adalah mekanisme yang menerjemahkan dari alamat IP menjadi nama domain yang lebih mudah dipahami oleh manusia. Ditemukan pada tahun 1982, spesifikasi original bisa dijumpai pada RFC 882 and RFC 883, yang kemudian diganti oleh RFC 1034 and RFC 1035 [1].

Untuk membuat DNS server pada Ubuntu maka perlu diinstal software DNS. Salah satu paket yang paling banyak digunkan adalah Bind. Untuk menginstall Bind pada Ubuntu Linux

sudo apt-get install bind9

Cek instalasi bind9 dengan

dpkg -l | grep bind9

Dalam tutorial ini akan dibuat 1 DNS server untuk 1 domain yang kemudian akan diuji fungsionalitasnya. Untuk itu ada 3 file yang akan diubah (untuk definisi domain dan zone, forwarder dan resolver) dan 2 file yang dibuat untuk konfigurasi [2]. File yang akan diubah adalah:

  1. /etc/named.conf.local
  2. /etc/named.conf.option
  3. /etc/resolv.conf

Edit file pertama untuk mendefinisikan domain yang akan diadministrasi.

gksudo gedit /etc/bind/named.conf.local

File ini digunakan untuk mendefinisikan zone, atau domain yang akan diadmintrasi oleh server. Sebagai contoh, bila kita mendefiniskan domain example.com, maka file ini akan berisi sebagai berikut

#ganti example.com dengan zone anda, juga zone reverse. Untuk contoh ini network address dari domain adalah 10.0.2.0/24. Gantilah dengan network address dari zone anda.

zone “example.com” {
type master;
file “/etc/bind/zones/example.com.db”;
};

# This is the zone definition for reverse DNS.
zone “2.0.10.in-addr.arpa” {
type master;
file “/etc/bind/zones/rev.2.0.10.in-addr.arpa”;
};

Edit file /etc/bind/named.conf.option. Untuk bagian forwarder masukkan DNS server yang menjadi tujuan query, bila DNS server anda tidak punya informasi. Contoh dibawah ini menggunakan google DNS server sebagai tujuan. Jangan lupa untuk menghapuskan tanda komentar “//”

forwarders {
8.8.8.8;
};

File ke-3 yang perlu diubah adalah /etc/resolv.conf. File ini digunakan untuk memberitahu aplikasi (contoh: browser) DNS server mana yang akan digunakan. Ganti IP dengan alamat komputer yang digunakan sebagai server.

nameserver 10.0.2.15
search example.com

Langkah berikutnya adalah mengkonfigurasi zone. File pertama yang harus dibuat adalah /etc/bind/zones/example.com.db, digunakan untuk menterjemahkan domain name menjadi IP address. Berikut ini contoh isi file tersebut (ubah sesuai kebutuhan).

Bila belum ada, buat lebih dahulu directory zone di /etc/bind

sudo mkdir /etc/bind/zones

Kemudian buat file example.com.db dengan contoh dibawah ini

$TTL 3600
example.com.      IN      SOA     ns1.example.com. admin.example.com. (
2012051401
28800
3600
604800
38400
)

example.com.      IN      NS              ns1.example.com.
example.com.      IN      MX     10       mta.example.com.
www              IN      A       10.0.2.15
mta              IN      A       10.0.2.15
ns1              IN      A       10.0.2.15

File kedua yang dibuat adalah file reverse domain (/etc/bind/zones/rev.2.0.10.in-addr.arpa). File ini digunakan untuk menerjemahkan sebuah IP address menjadi domain name. Contoh file bisa dilihat dibawah.

@ IN SOA ns1.example.com. admin.example.com. (
2012051401
28800
604800
604800
86400
)

IN    NS     ns1.example.com.
15                    IN    PTR    example.com

Periksa file zone anda untuk memastikan tidak ada kesalahan konfigurasi

named-checkzone -D example.com /etc/bind/zones/example.com.db

named-checkzone -D 2.0.10.in-addr.arpa. /etc/bind/zones/rev.2.0.10.in-addr.arpa

Jalankan DNS server anda dengan perintah

sudo /etc/init.d/bind9 start

Setiap kali anda mengubah konfigurasi, reload server dengan perintah

sudo /etc/init.d/bind9 restart

Untuk menguji DNS server, gunakan perintah

nslookup www.example.com

dig www.example.com

Periksa apakah forwarder berfungsi dengan baik

nslookup www.google.com

Selamat mencoba 🙂

Contoh tampilan dig yang berhasil

[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Domain_Name_System

[2] http://ubuntuforums.org/showthread.php?t=236093

Bywidyawan

Sebuah Kisah Ayam Goreng Mbah Cemplung

Bukan, ini bukan tulisan tentang wisata kuliner. Well, at least I try to
Beberapa saat lalu saya diajak untuk makan siang bareng di warung ayam goreng. Warung mbah Cemplung namanya – ya, bagi orang Jawa seperti saya pun itu nama yang tidak biasa. Kecemplung (Jawa red.) dalam bahasa Indonesia berarti tercebur.

Warungnya terletak agak mblusuk di kampung, daerah Bantul. Letaknya di desa Sendang Semanggi, 3 km dari pabrik gula madukismo. Sepanjang jalan kesana masih hijau, pohon masih rimbun, khas suasana desa.
Tapi sesampai didepan warung, langsung terlihat ada lahan kosong yang cukup luas yang penuh berisi mobil mengkilat pada parkir.

Hmm, laris juga ternyata, saya membatin cukup terkejut. Tapi itu ternyata bukan keterkejutan terakhir. Sesudah duduk didalam, terlihat bahwa ruang cukup luas, penuh terisi pelanggan yang setia menunggu menu makan siangnya tersedia.
Kejutan lain lagi ternyata cara penyajiannya sangat sederhana.

Warung mbah cemplung ini menu utamanya berupa ayam goreng. Yang disajikan dengan nasi menggunakan cething (tempat nasi red.). Cethingnya simple, terbuat dari bahan kaleng, berwarna putih dengan bunga-bunga. Persis seperti tempat nasi > 20 tahun lalu. Piringnya pun begitu, berwarna putih dengan pola bunga. Dan terlihat sbg piring jadoel karena warna yang mulai pudar disana sini. Ditambah, ternyata diantara kami berempat diberikan piring beraneka warna 🙂 Bahkan kita akan dijamu menggunakan piring versi plastik bila yang beling sudah habis.

Well, dibalik kesederhanaan itu ternyata ayam gorengnya enak (sangat enak malah). Terenak yang pernah kami rasakan. Nasinya pun, kata orang tua, adalah nasi yang dimasak secara benar. Lalapan terong, sambal dan pete-nya, benar-benar mak nyus

So, dibalik kesederhanaan tampilan ternyata rasanya memang kualitas nomer satu. Tidak peduli letaknya yang jauh, harus antri, makan keringatan karena kepedesan dan tidak ada AC, piring gelas sederhana, semua tetap pada berdatangan.

Tiba-tiba teringat pemandangan beberapa resto cantik megah di jalan Palagan Yogya, yg tetap sepi walau jam makan telah tiba.

Tiba-tiba teringat cerita tentang kampus di India yang bangunannya jauh lebih sederhana dibanding Indonesia. Tapi toh kualitas pendidikannya diakui lebih baik ketimbang disini.  Buku textbook nya didatangkan jauh ke Indonesia ketika kuliah dulu. Banyak paper internasional di bidang engineering yang berisi nama-nama dari sana.

Dalam urusan apapun, ternyata kualitas dari core business, itulah yang utama. Citra, kemasan – atau apapun itu namanya – memang perlu, but quality is the best ambassador.