Category Archive Aneka

Bywidyawan

Pembelajaran Jarak Jauh tidak hanya melalui Internet

Ditengah kondisi pandemi covid-19, proses pembelajaran di sekolah menjadi terhenti. Dari paud (pendidikan anak usia dini) sampai perguruan tinggi, semua diminta melakukan pembelajaran jarah jauh (PJJ), belajar dari rumah. Pembelajaran disampaikan oleh guru melalui media daring (dalam jaringan, Internet). Siswa umumnya mengakses melalui media smartphone atau laptop. Problemnya adalah tidak semua siswa mempunyai akses Internet, baik karena ketiadaan biaya (untuk membeli kuota), tidak ada sinyal Internet maupun tidak memiliki smartphone. Menurut survei APJII (asosiasi pengusahana jasa Internet Indonesia) masih terdapat 32,2% (~93 juta orang) penduduk Indonesia yang tidak memiliki akses Internet. Separo lebih, 55% pengguna Internet, masih terpusat di pulau Jawa. Lihat gambar di bawah, untuk contoh jangkauan sinyal di beberapa daerah di Indonesia.

Bagi pihak sekolah dan guru juga tidak mudah, karena menyiapkan materi digital ternyata memerlukan usaha dan waktu ekstra. Tidak semua memiliki ketrampilan dan alat bantu yang diperlukan untuk membuat materi pembelajaran digital. Terlebih menurut data Kemendikbud terdapat 8.522 sekolah tidak berlistrik dan 42.159 tidak mempunyai akses Internet.

Terdapat ancaman lost generation karena banyak siswa dan sekolah yang tidak mampu menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh berbasis daring atau Internet. Ancaman ini nyata karena sudah banyak cerita tentang siswa didik yang putus sekolah karena berbagai kendala yang dialami selama pembelajaran jarak jauh.

Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah (baca: kemendikbud) adalah memberikan subsidi pulsa kepada guru, siswa dan dosen selama 4 bulan sampai Desember 2020, dengan nilai hampir 9 triliun rupiah. Selain jumlah yang sangat besar, subsidi tersebut hanya mengatasi sebagian dari masalah. Ketersediaan listrik, kesulitan membuat materi pembelajaran digital, pemerataan infrastruktur Internet, sampai kepemilikan gadget untuk akses, masih belum akan tertangani dalam waktu dekat.

Untuk mencari solusi alternatif, kita perlu bertanya ulang, apakah Internet merupakan satu-satunya media pembelajaran jarak jauh yang tersedia? Jawaban singkatnya: tidak. Bila kita menyederhanakan value chain (rantai nilai) dari pembelajaran terdiri dari:

  1. guru
  2. materi ajar
  3. medium penyampaian
  4. siswa

Dalam pembelajaran luring, poin 1 – 4 semua berada dalam locus dan tempus yang sama, sehingga proses pembelajaran relatif sederhana. Komunikasi yang terjadi menjadi kaya, karena bisa full duplex (dua arah secara bersamaan), real time (waktu nyata), dan gaya belajar visual, auditori dan kinestetik bisa terfasilitasi karena tersedianya media penyampaian dengan bandwidth tidak terbatas (ruang kelas).

Dalam pembelajaran jarak jauh, guru dan siswa berada dalam lokasi dan waktu yang berbeda. Yang diperlukan adalah infrastruktur tele komunikasi (komunikasi jarak jauh). Internet berperan sebagai media full duplex, dengan prasyarat siswa berada dalam daerah yang mempunyai listrik, terjangkau infrastruktur Internet, siap dengan gadget untuk belajar, mempunyai kuota.

Bila prasyarat infrastruktur dan teknologi tersebut tidak bisa terpenuhi, maka perlu dikembangkan skenario lain. Bila rumah siswa dan sekolah cukup dekat dan terjangkau, cara paling sederhana adalah materi ajar dibagikan/diambil secara fisik. Bisa diantar ke rumah atau diambil di sekolah, karena siswa PAUD, SD dan SMP umumnya berada dalam satu desa atau kecamatan dengan sekolahnya. Pengiriman melalui post pun dimungkinkan bila jaraknya cukup jauh atau untuk alasan kepraktisan. Mekanisme ini sering disebut sebagai sistem Pitsman, dimulai pada 1840 di Inggris. Cara ini tetap memungkinkan komunikasi dua arah (full duplex), walau dengan waktu yang tidak bersamaan (asynchronous). Materi ajar yang dibagikan bisa berupa bahan cetak maupun digital, mempertimbangkan fasilitas yang dimiliki oleh siswa.

Mekanisme alternatif lain adalah menggunakan radio maupun televisi. Bisa diasumsikan bahwa setiap rumah tangga memilikinya, sehingga semua siswa memiliki akses ke radio/televisi sebagai alat pembelajaran. Karakteristik perambatan gelombang radio memungkinkan untuk komunikasi jarak jauh. Gelombang radio juga bisa melewati halangan topografi (contoh: hutan/bukit/gunung), sehingga cocok untuk kondisi geografis di Indonesia. Semua daerah juga memiliki pemancar radio lokal, sehingga dinas pendidikan atau sekolah bisa bekerjasama untuk memancarkan secara broadcast materi ajar. Penyesuaian guru juga relatif mudah, karena model pembelajaran verbal/auditori sudah sering dilakukan dalam kelas.

Melihat keragaman kondisi infrastruktur dan rantai nilai dari pembelajaran di Indonesia, pembelajaran jarak jauh sebaiknya tidak menggunakan moda tunggal Internet. Pemilihan moda bisa mempertimbangkan kondisi infrastruktur, geografis, serta kesiapan guru dan siswa didik. Sekolah di daerah perkotaan, dengan infrastruktur listrik dan Internet memadai, siswa yang mampu memiliki gawai cerdas dan menjangkau biaya kuota, maka pembelajaran daring bisa menjadi pilihan. Bila prasyarat tersebut tidak tersedia, mekanisme pembelajaran jarak jauh yang lain bisa menjadi pilihan.

Jangkauan sinyal 2G/3G/4G operator di Kalimantan dan Sulawesi, https://www.opensignal.com/
Jangkauan sinyal 2G/3G/4G operator di DIY, https://www.opensignal.com/
Bywidyawan

Menyoroti Rencana Kedatangan Dosen Asing di Indonesia

Rencana mendatangkan dosen asing di Indonesia menuai kontroversi di dunia pendidikan/akademik di Indonesia. Ada beberapa hal yang memicu kontroversi tersebut, yg bila tidak diperhatikan akan mementahkan tujuan awal dari mendatangkan dosen asing.

  • Dari sisi pemilihan diksi (dosen asing) & substansi tidak tepat, Seolah2 mendikotomi asing vs lokal. Dimana asing = bagus (sehingga layak dibayar lebih tinggi) dan dosen lokal = jelek, sehingga layak dibayar lebih rendah.
    Lebih fair kalau rekruitmennya (contoh diberi nama saja ‘dosen top‘) dilakukan terbuka, dengan kualifikasi dan target capaian jelas, tidak memandang asing/non-asing atau WNI/WNA. Shg orang Indonesia (termasuk diaspora) juga punya kesempatan yg sama. Yang tidak kalah penting adalah mekanisme untuk menghentikan dosen tersebut bila tidak memenuhi kinerja sesuai target.

 

  • Menimbulkan masalah sosial karena kesenjangan pendapatan yg luar biasa. Kita tahu honor/gaji dosen di Indonesia (bahkan dgn dgn gelar doktor LN) tidak kompetitif. Kalau di PTN akan ikut sistem penggajian PNS. Sistem insentif dosen di Indonesia perlu diperbaiki dulu. Dosen asing dibayar ~10x lipat seolah2 10x lebih pintar, atau dosen lokal 10x lebih bodoh.

 

  • Problem pendidikan tinggi di Indonesia menurut saya lebih ke sistemik dan regulasi. Dosen terbebani masalah administrasi, kesejahteraan kurang, alat lab yg terbatas, link & match dgn industri kurang, dana penelitian, inefisiensi pengelolaan PT dll.
    Perbaikan tsb lebih prioritas dibandingkan mendatangkan dosen asing. Perbaikan sistemik tersebut dan lebih susah dan tidak bisa  instan.
    Bila tidak, alhasil nantinya dosen asing top yang berkiprah di Indonesia, kinerjanya tidak akan jauh berbeda. Ibarat naek mobil F1 di jalan kampung ya kecepatannya tetap max 30 km/jam

 

  • Iming2 65 juta bagi dosen dari univ. top di Barat sptnya tidak cukup banyak sebagai daya tarik bagi mereka untuk migrasi ke Indonesia. Tidak ada insentif akademik/ilmiah bagi mereka untuk datang ke Indonesia. Ujung2nya dosen asing yg ke Indonesia pun bukan yg top atau yang sudah tidak aktif/pensiun

Wallahu a’lam bishawab

Bywidyawan

Akses ke Konten Asusila

Beberapa saat lalu saya diminta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan seputar perkara Teknologi Informasi. Kasusnya melibatkan akses dan penyediaan konten porno dari sebuah warnet.

Alkisah, polisi menggerebek warnet tersebut karena disangka menyediakan konten pornografi. Beberapa barang bukti direkam dalam USB disk dan beberapa komputer disita (proxy & billing server, serta client). Singkat cerita, kasusnya diteruskan ke pengadilan dan saya diminta menjadi saksi ahli dan dihadirkan dalam salah satu persidangan.

Dari berbagai keterangan yang saya gali dan dari melihat barang bukti, sebenarnya warnet tersebut tidak menyediakan secara aktif konten porno spt yg dituduhkan.
Seperti layaknya warnet yang lain, mereka menyediakan akses ke Internet dan diharapkan user bertanggung jawab terhadap apa yang mereka akses (ada larangan untuk mengakses konten pornographi).

Selain itu mereka menyediakan network drive, menggunakan samba, dimana user yang online bisa menitipkan filenya disitu. Pertanyaannya siapa yang bertanggung jawab terhadap isi network drive tersebut?

Dalam persidangan tersebut, para hakim banyak bertanya tentang isi dari server (hardisk nya), file2 yg ada di USB, beberapa pertanyaan mendasar (IP address, penanggalan file, dll) dan juga Deep Freeze.
Beberapa penjelasan sudah saya berikan, persidangan berlangsung kurang lebih satu jam, dan saya pulang dan berharap keterangan saya membantu klarifikasi kasus tersebut.

Unfortunately bagi terdakwa, di kemudian hari putusan hakim memutuskan bersalah dan menjatuhkan hukuman kurungan selama beberapa bulan.

Ingin tahu lebih jauh tentang aturan hukum seputar TI, saya mencoba membuka naskah UU 11 TAHUN 2008 ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Di pasal 27(1) tentang “Perbuatan yang Dilarang” ada bunyi seperti ini:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Cukup kaget dengan phrasa “membuat dapat diaksesnya“. Ini semacam pasal karet dan bisa berimplikasi sangat luas. Pasal yang bisa menjerat ISP, admin kampus, warnet, sekolah, instansi negara (termasuk polisi dan pengadilan :D) yang menyediakan akses Internet dan sialnya ada salah satu user yang mengakses konten porno.

Atau penafsiran saya yang keliru?

Bywidyawan

Sepertinya Allah Mendengar Doamu Nak

Karena tahu ayahnya punya ketakutan terbang yang kronis, pada penerbangan ke Belanda kali ini Rana (7 tahun) kirim doa untuk ayahnya. Doa ini merupakan doa andalan dia kalau lagi jatuh dari sepeda atau lagi sakit 🙂

Bismillah bismillah bismillah  

audzu bi’izzatillah wa qudrotihi min syarri ma ajidu wa uhadiru.

Dengan nama Allah 3x

Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari hal-hal yang buruk yang kurasakan dan kukhawatirkan.

Dan sepertinya doamu didengarNya nak.  Biasanya nervous sepanjang perjalanan, kali ini bisa tidur, baca buku maupun lihat hiburan.

Terimakasih nak, titip doa untuk ayah dan ibu sepanjang hidupmu.

Bywidyawan

Sebuah Kisah Ayam Goreng Mbah Cemplung

Bukan, ini bukan tulisan tentang wisata kuliner. Well, at least I try to
Beberapa saat lalu saya diajak untuk makan siang bareng di warung ayam goreng. Warung mbah Cemplung namanya – ya, bagi orang Jawa seperti saya pun itu nama yang tidak biasa. Kecemplung (Jawa red.) dalam bahasa Indonesia berarti tercebur.

Warungnya terletak agak mblusuk di kampung, daerah Bantul. Letaknya di desa Sendang Semanggi, 3 km dari pabrik gula madukismo. Sepanjang jalan kesana masih hijau, pohon masih rimbun, khas suasana desa.
Tapi sesampai didepan warung, langsung terlihat ada lahan kosong yang cukup luas yang penuh berisi mobil mengkilat pada parkir.

Hmm, laris juga ternyata, saya membatin cukup terkejut. Tapi itu ternyata bukan keterkejutan terakhir. Sesudah duduk didalam, terlihat bahwa ruang cukup luas, penuh terisi pelanggan yang setia menunggu menu makan siangnya tersedia.
Kejutan lain lagi ternyata cara penyajiannya sangat sederhana.

Warung mbah cemplung ini menu utamanya berupa ayam goreng. Yang disajikan dengan nasi menggunakan cething (tempat nasi red.). Cethingnya simple, terbuat dari bahan kaleng, berwarna putih dengan bunga-bunga. Persis seperti tempat nasi > 20 tahun lalu. Piringnya pun begitu, berwarna putih dengan pola bunga. Dan terlihat sbg piring jadoel karena warna yang mulai pudar disana sini. Ditambah, ternyata diantara kami berempat diberikan piring beraneka warna 🙂 Bahkan kita akan dijamu menggunakan piring versi plastik bila yang beling sudah habis.

Well, dibalik kesederhanaan itu ternyata ayam gorengnya enak (sangat enak malah). Terenak yang pernah kami rasakan. Nasinya pun, kata orang tua, adalah nasi yang dimasak secara benar. Lalapan terong, sambal dan pete-nya, benar-benar mak nyus

So, dibalik kesederhanaan tampilan ternyata rasanya memang kualitas nomer satu. Tidak peduli letaknya yang jauh, harus antri, makan keringatan karena kepedesan dan tidak ada AC, piring gelas sederhana, semua tetap pada berdatangan.

Tiba-tiba teringat pemandangan beberapa resto cantik megah di jalan Palagan Yogya, yg tetap sepi walau jam makan telah tiba.

Tiba-tiba teringat cerita tentang kampus di India yang bangunannya jauh lebih sederhana dibanding Indonesia. Tapi toh kualitas pendidikannya diakui lebih baik ketimbang disini.  Buku textbook nya didatangkan jauh ke Indonesia ketika kuliah dulu. Banyak paper internasional di bidang engineering yang berisi nama-nama dari sana.

Dalam urusan apapun, ternyata kualitas dari core business, itulah yang utama. Citra, kemasan – atau apapun itu namanya – memang perlu, but quality is the best ambassador.