Integrasi Sistem Informasi (2)

Bywidyawan

Integrasi Sistem Informasi (2)

Menengok ke belakang, seperti pada tulisan pertama pada tahun 2013, melakukan integrasi SI di Universitas tidak mudah. Pendekatan yg ditempuh pada saat itu adalah seperti menyatukan sistem yang terdistribusi. Ada banyak aplikasi dan database, dibuat jembatan dengan teknologi webservice. Solusi yang dirasa ideal, karena aplikasi yg sudah ada masih bisa dipertahankan, sehingga bisa melakukan efisiensi dan mengurangi resistensi.

Walau secara teknis memungkinkan dan teknologinya juga tersedia, pelaksanaanya tidak mudah bahkan bisa dikatakan sulit. Di level mikro, seringnya karena terjadinya perubahan aplikasi (atau database), yang tidak terkoordinasikan, sehingga menyebabkan jembatannya tidak berfungsi. Sebagai contoh aplikasi akademik dan sdm dihubungkan dengan web service untuk pertukaran data. Perubahan aplikasi akademik (contoh: tabel referensi mata kuliah), menyebabkan web service perlu ditulis ulang. Bila tidak terkomunikasikan, web service yang ada menjadi tidak berfungsi.

Kejadian ini tidak terisolasi hanya pada satu aplikasi saja, tapi juga aplikasi yang lain (contoh: aset, keuangan, dll). Diskoordinasi ini ada banyak penyebab, tidak melulu masalah projek sistem informasi, tapi juga karena masalah otoritas di level makro. Unit kerja di UGM (contoh: direktorat, fakultas) mempunyai/merasa mempunyai wewenang dan anggaran TI yang relatif otonom penggunaannya. Selain itu, mereka mempunyai programer sendiri. Unit menjadi ‘kreatif’ dalam mengembangkan aplikasi.

Kurangnya standard interoperabilitas di universitas juga salah satu penyebab. Sistem terdistribusi memerlukan standar yang ketat. Internet, sebagai contoh sistem terdistribusi global, bisa berjalan baik karena banyaknya standard yang mengatur, dari layer fisik sampai aplikasi, oleh IEEE sampai IETF.

Singkat cerita, setelah bertahun-tahun berjalan (mulai awal 2000-an, masa PT BHMN), pendekatan interoperabilitas antar aplikasi tidak berjalan dengan baik di UGM. Pada tahun 2017, kami melakukan u-turn, pendekatannya menjadi sistem tersentral. Simaster menjadi official SI di kampus.

Database dan aplikasi disatukan, yang ada dimigrasikan atau dihilangkan. Unit tidak dibolehkan mengembangkan sistem informasi sendiri. Programmer dan wewenang anggaran juga dipusatkan. Terdengar mudah? Sulit pastinya. Apakah semua setuju? Resistensi ada tentunya.
Tapi itu menjadi cerita lain tersendiri ..

About the author

widyawan administrator